TANJUNG PANDAN, KOMPAS.com - Ada yang unik di ajang Festival Belitung 2016. Batu satam namanya.
Tidak seperti batu akik yang perlu dipoles dan mengalami proses untuk menjadi halus dan siap digunakan sebagai aksesori, batu satam lebih natural.
Menurut Ferlia, penambang batu satam, batu ini sulit didapat karena hanya ditemukan di situs-situs bekas tambang timah Kabupaten Belitung, Provinsi Bangka Belitung (Babel).
"Sudah itu, tidak semua situs bekas tambang mengandung batu satam. Ini faktor keberuntungan," ujar Ferlia kepada Kompas.com, Jumat (21/10/2016).
Karena itu, batu satam tidak mengenal tren dan popularitas. Harganya akan tetap tinggi dan mahal.
Batu satam, kata Ferlia, dibanderol dengan harga mulai dari Rp 800.000 atau termurah untuk ukuran paling kecil dan Rp 15 juta untuk dimensi terbesar dengan berat 0,5 kilogram.
anya ada satu warna yang melekat pada batu satam yakni hitam pekat. Hal ini karena batu satam diyakini merupakan hasil tabrakan meteor dengan bumi
Ferlia menuturkan, nama batu hitam legam ini diambil dari bahasa warga keturunan etnis Tionghoa yang bermukim di Belitung.
"Satam berasal dari dua kata yaitu sa yang berarti pasir dan tam yang berarti empedu. jadi Satam artinya pasir empedu," jelas Ferlia.
Batu langka dengan urat-uratnya yang khas ini kemudian dijadikan suvenir dan juga ikon atau tengara Kota Tanjung Pandan, ibu kota Kabupaten Belitung.
Penulis : Hilda B Alexander
Editor : Caroline Damanik