Liputan6.com, Jakarta - Majelis Hakim punya jalan lain mencari siapa pembunuh Wayan Mirna Salihin dengan racun sianida. Hakim menyebutnya sebagai 'logika sederhana' dengan mengelompokkan siapa saja yang bersentuhan dengan kopi yang diminum korban.
Hakim anggota Binsar Gultom mengelompokkannya kepada tiga bagian. Kelompok satu adalah barista dan pelayan Kafe Olivier.
"Jika dimasukkan lebih awal maka bentuk susu dan es telah berubah," kata Hakim Binsar dalam pembacaan berkas vonis pembunuhan berencana Wayan Mirna Salihin, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (27/10/2016).
Sementara dari hasil tayangan CCTV di Kafe Olivier, tidak terdapat perubahan pada air yang dituangkan pelayan ke gelas kopi yang diminum Mirna.
"Tetap bening dan tanpa noda," kata Binsar.
Begitu pula ketika kopi dituangkan di hadapan Jessica, saksi Agus (pelayan), tidak mencium adanya bau almon, bau khas sianida. "Bahkan terdakwa mengatakan 'hmm... aroma kopinya kuat sekali'" kata Binsar.
Begitu pula dengan kelompok dua, yaitu penyidik Puslabfor Polri, hakim tidak melihat adanya kesengajaan penyidik sengaja menaruh atau menambahkan sianida.
Namun dalam kelompok ketiga, yaitu Jessica, hakim menilai Jessica yang mengetahui ada tidaknya racun di kopi tersebut.
"Berdasarkan fakta, Jessicalah yang menguasai minuman lebih lama sejak diletakkannya di meja 54, sekitar 51 menit. Terdakwa mengetahui apa yang terjadi di meja tersebut," terang Binsar.
"Itulah sebabnya Jessica sangat resah sebelum Mirna datang," Binsar melanjutkan.
Hakim juga menilai bila Jessica menyadari sianida dapat terurai bila dilarutkan dalam air bertemperatur tinggi dan sebelum susu turun. "Jessica sudah memperhitungkan," kata Binsar.
Selain itu, racun sianida mudah didapat di pasar gelap secara ilegal. Ini, kata Binsar, dibuktikan dengan terungkapnya kasus penipuan di Depok dengan modus meracuni korban dengan potasium sianida.