JAKARTA - Baru pekan lalu, Wali KotaSurabaya Tri Rismaharini (54) menerima penghargaan Institute for Housing and Urban Development Studies (IHS) Alumni Internasional.
Penghargaan itu diserahkan oleh utusan khusus perwakilan Kerajaan Belanda, Henk Ovink, di sela-sela forum UN Habitat III di Quito, Ekuador.
Air mata Risma tak terbendung ketika penghargaan berpindah ke pelukannya sekaligus menyampaikan kesannya.
"Saya menangis bukan karena senang dapat penghargaan lagi, melainkan mengingat tanggung jawab yang kian berat," tutur Risma.
Dalam acara itu, Kamis (20/10/2016) malam, hadir Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, pemimpin delegasi Indonesia. Turut hadir, antara lain Duta Besar/Wakil Tetap RI untuk PBB Dian Triansyah Djani, Duta Besar RI untuk Ekuador Diennaryati Tjokrosuprihatono, dan Wali KotaSurabaya Tri Rismaharini (penerima penghargaan).
Konferensi selama empat hari itu diikuti setidaknya 50.000 delegasi dan partisipan dari 140 negara, di antaranya 11 presiden, ratusan menteri dan pejabat tinggi pemerintahan, 200 wali kota dari seluruh dunia, unsur akademisi, perwakilan LSM, swasta, dan para remaja.
Para delegasi yang hadir berdiskusi untuk mengadopsi agenda new urban sebagai platform dan panduan universal. Platform ini berorientasi pada aksi nyata untuk pembangunan permukiman dan perkotaan 20 tahun ke depan. Semua itu dalam rangka menciptakan kota yang adil dan berkelanjutan.
Dalam percakapan via telepon, Tri Rismaharini menyatakan, selama acara ia menjadi pembicara di tujuh sesi tentang pengembangan kota, ruang publik, kampung, dan lingkungan.
Semakin berat
Selama ini Risma sudah meninggalkan rumah pribadinya di kawasan Wiyung, Surabaya, sejak pukul 05.30, berkeliling kota sebelum ke kantor.
"Apa yang saya perbuat, seluruhnya untuk warga Surabaya," kata ibu dari Fuad dan Tantri yang sepanjang 2016 menyabet 14 penghargaan.
Banyak hal sudah dilakukan Risma untuk kesejahteraan warga. Misalnya bagaimana ia harus membuat kota menjadi nyaman, infrastrukturnya baik dan lingkungan tertata.
Selain itu, bagaimana dirinya bersama seluruh anggota staf PemkotSurabaya mencarikan jalan keluar bagi warga yang tidak berpenghasilan tetap. Membebaskan seluruh biaya sekolah warga agar tidak ada anak yang putus sekolah. Permukiman kumuh ditata dan semua kelompok masyarakat bisa menikmati haknya.
Penerima Internasional Ideal Mother dari Islamic Educational Scientific and Cultural Organization (IESCO), 21 Maret 2015 di Kairo, Mesir, mengatakan, penghargaan ini adalah untuk warga Surabayayang tertib dan aktif menjaga kotanya.
Istri Djoko Saptoadji ini, yang mendapat penghargaan wali kota terbaik dunia posisi ketiga versi World Mayor Prize, Februari 2015, dan berada di urutan ke-24 dari 50 pemimpin dunia versi majalah Fortune tahun 2015, tetap merasa belum maksimal.
Penggagas sistem lelang berbasis elektronik dan e-goverment ini selalu ingin dekat dengan warganya. Arsitek dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya ini rutin menyapa warga. Ia juga tak betah berlama-lama berkegiatan di luar kota atau luar negeri.
Risma mengaku selalu resah begitu mendung tebal memayungi langit Surabaya. Ia terus memonitor petugas saluran air, rumah pompa, camat, dan lurah melalui radio panggil. "Pinjam jalur, saya minta semua cek pompa air karena hujan bakal deras," katanya.
Risma juga aktif inspeksi keliling kota. Jika menemui kebakaran, kemacetan lalu lintas, atau pipa PDAM bocor, dia langsung turun memimpin penanganan masalah. Jika semua sudah terkendali, Risma baru kembali ke kantor.
Risma juga ikut razia pelajar di warung internet, kafe, tempat karaoke, atau diskotek. Ia kerap menegur pelajar berseragam yang ditemukan masih berseliweran tengah malam.
"Saya selalu tanya kenapa belum pulang. Dengan begitu sebagai ibu, saya mengerti persoalan mereka," tuturnya. (Agnes Swetta Pandia)