Liputan6.com, Jakarta - Keabsahan rekaman CCTV Kafe Olivier menjadi salah satu hal yang paling sering diperdebatkan dalam kasus kematian Wayan Mirna Salihin, dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso. Tim penasihat hukum Jessica keberatan dengan bukti tersebut karena meragukan keasliannya.
Menurut pihak Jessica, rekaman CCTV lokasi kejadian tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti. Sebab, rekaman tersebut dianggap tidak berasal dari penyidik.
Namun, majelis hakim berpendapat lain. Hakimmenilai, CCTV Kafe Olivier bukan sengaja diperuntukkan untuk mengungkap kasus ini. Tapi, rekaman itu dipasang untuk memantau segala aktivitas di kafe tersebut.
"Sehingga CCTV tidak harus dibuat oleh pejabat yang berwenang," ujar hakim anggota Partahi Tulus Hutapea dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (27/10/2016).
Terkait dugaan adanya tempering (penambahan atau pengurangan) pada rekaman CCTV itu, hakim tak sependapat dengan tim penasihat hukum Jessica. Menurut hakim, keterangan saksi yang dihadirkan jaksa dapat diterima karena berada di bawah sumpah.
Hakim pun menyarankan tim penasihat hukum Jessica untuk mempersoalkan hal itu di kemudian hari bila memiliki bukti terkait adanya dugaan tempering pada rekaman CCTV tersebut.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, majelis hakim berpendapat bahwa secara umum fakta dalam rekaman CCTV memiliki korelasi dengan fakta empiris kasus ini. Selain itu, rekaman CCTV juga bisa masuk kategori alat bukti elektronik.
"Juga sudah sering dipakai hakim dalam mengungkap kebenaran fakta," jelas Partahi.
Sebagaimana Pasal 184 ayat (1) KUHAP, rekaman CCTV dapat dijadikan sebagai barang bukti perluasan. Rekaman CCTV juga dapat dijadikan petunjuk untuk memastikan adanya tindak pidana.
"Hal itu juga diperkuat dengan adanya Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)," jelas Partahi.