TRIBUN-MEDAN.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif PARA Syndicate, Ari Nurcahyo mengatakan, suksesnya konsolidasi politik yang dilakukan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla memunculkan masalah baru, yaitu hadirnya kompromi politik.
"Problem terbesar Pak Jokowi hari ini karena kompromi politik. Terutama dari partai yang merapat di pemerintahan," ujar Ari dalam diskusi di Kantor PARA Syndicate, Jakarta, Jumat (21/10/2016).
Ari mengatakan, kompromi politik tersebut sebenarnya terlihat dari pembagian jabatan menteri dalam kabinet pemerintah.
Ari memaparkan, dari 35 menteri yang berada dalam kabinet, 16 posisi diduduki oleh orang-orang berlatar belakang politik.
Bahkan, jumlah tersebut tak berubah setelah tiga kali pergantian menteri dilakukan.
"Saya merasa setelah tiga kali reshuffle tampaknya tidak mengubah posisi partai dalam kabinet," ucap Ari.
Menurut Ari, kompromi yang terbangun berpotensi membuat posisi pemerintah menjadi tersandera kepentingan politik partai.
"Berapa besar harga politik yang harus dibayar untuk kompromi tersebut? Ini persoalan bagi-bagi kue. Yang harus diwaspadai juga adalah ketika pembagian kue itu," ujar dia.
Untuk itu, Ari meminta pemerintah tidak terjebak dengan kepentingan politik partai pendukung, sehingga menyandera posisi pemerintah.
Menurut Ari, Jokowi harus memiliki strategi dalam memilih menteri secara tepat agar konsolidasi politik yang dilakukan tidak tersandera kepentingan partai.
"Kuncinya ada di Presiden, bagaimana pemilihan posisi-posisi menteri itu tidak menjadi bumerang bagi Presiden itu sendiri. Tidak menjadi penyanderaan," kata Ari.