MATARAM, KOMPAS.com- Srinah hanya terdiam. Tatapan matanya kosong. Sambil memegang satu lembar foto suaminya, dia bercerita tentang suaminya, Suparlan (45), korban kapal TKI tenggelam yang hingga kini belum ditemukan.
Srinah bercerita, sebelum kejadian tenggelamnya kapal TKI di Perairan Nongsa, Kota Batam, Provinsi Kepri, Rabu (2/11/2016), dia sempat mendapat firasat buruk.
"Mimpi mau shalat tapi mukenanya ada kotorannya banyak. Dari sana terasa, pas malam Rabu itu. Pas kami bangun, kaget mimpiin dia," tutur Srinah.
Suparlan, warga Dusun Rungkang, Desa Jenggik Induk, Kabupaten Lombok Timur, NTB, ini menyeberang bersama menantunya, Agus Supriyanto (30), yang juga menjadi TKI di perkebunan tebu di Malaysia.
Telepon terakhir suaminya diterima saat Suparlan akan menyeberang dari Johor, Malaysia menuju Batam. Ayah dua anak ini berpesan kepada istrinya agar mendoakannya.
"Dia bilang minta doa," kata Srinah mengenang.
Setelah itu, ponsel Suparlan tidak pernah aktif. Srinah mulai gelisah saat mendengar berita di televisi tentang kapal TKI yang tenggelam di Perairan Nongsa saat akan menyeberang dari Johor, Malaysia menuju Batam.
Agus menantunya selamat dari kapal naas tersebut. Namun Suparlan hingga kini masih belum ditemukan. Saat ini, Agus masih berada di Batam menunggu hingga ayahnya ditemukan. Setiap kali menelepon Agus, hal yang selalu ditanyakan Srinah adalah kabar suaminya.
Jadi TKI demi anak
Srinah mengatakan, Suparlan sudah empat kali pulang pergi menjadi buruh migran selama lebih dari tujuh tahun. Suparlan menjadi buruh migran untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga dan biaya sekolah anak bungsunya, Rosmawati, yang kini duduk di bangku kelas 3 SMA.
"Untuk biaya anak sekolah. Ingin mewujudkan cita-cita anaknya jadi dokter," kata Srinah
Suparlan bekerja di perkebunan tebu di Malaysia menggunakan paspor pelancong. Menurut
Srinah, baru kali ini suaminya pergi menjadi TKI di luarnegeri menggunakan paspor pelancong.
Sebelumnya, Suparlan selalu pergi menggunakan jalur legal. Sementara itu, Rosmawati anak Suparlan mengatakan, sebelum berangkat menyeberang dari Johor, Malaysia, menuju Batam, dia sempat berbicara melalui sambungan telepon.
"Bapak bilang minta doa dari anak-anaknya," kata Rosmawati.
Dia mengatakan, pernah menyampaikan keinginannya kepada bapaknya untuk melanjutkan kuliah dan menjadi dokter.
Sejak kejadian ini, keinginan Rosmawati untuk menjadi dokter semakin kuat. Ia dan keluarga berharap ayahnya cepat ditemukan.
"Pengin bapak selamat," kata Rosmawati.
Untuk keselamatan Suparlan, keluarga dan warga di Dusun Rungkang, Desa Jenggik Induk, Kabupaten Lombok Timur, NTB, menggelar doa bersama. Selepas shalat Maghrib, keluarga dan para tetangga berkumpul di kediaman Suparlan dan Agus untuk berdoa.
Penulis : Kontributor Mataram, Karnia Septia
Editor : Caroline Damanik