Kepolisian Republik Indonesia (Polri) serius mengusut isu penarikan uang besar-besaran di bank (rush money) yang beredar di media sosial. Kapolri Jenderal Tito Karnavian meminta masyarakat tak terprovokasi menarik uang secara besar-besaran seperti yang tersebar di media sosial. "Gerakan 'rush money' adalah kabar tidak benar (hoax). Pelakunya ingin mengganggu stabilitas ekonomi negara agar terjadi kekacauan," ujar Kapolri Tito di Surabaya, Sabtu (19/11) seperti dikutip dariMerdeka.com.
Kapolri mengimbau masyarakat tidak terpengaruh ajakan itu. Kepolisian sudah mengantongi identitas penyebar ajakan rush money di media sosial. Saat ini pelaku tengah diburu. "Saya sudah perintahkan Bareskrim, Polda Metro dan tim cyber kami untuk melacak," ujarnya seperti dipetik dari detikcom.
Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Boy Rafli Amar menyatakan polisi tengah memburu pihak pengajak. Isu rush money dapat dikategorikan sebagai kabar palsu, atau hoax, dan penyebarnya terancam hukuman pidana. Polisi menyiapkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronika untuk menjerat pelaku. "Jadi kalau dalam UU ITE, UU 11/2008 pasal 28 ayat 2," ujar mantan Kapolda Banten ini.
Boy berjanji, akan mengungkap satu per satu para tersangkanya beserta pasal pidana yang menjeratnya.
Jika terbukti melanggar pasal ini, maka pelaku bisa dihukum penjara maksimal 6 tahun atau denda sampai Rp6 miliar.
Menurut Boy, Polri serius mengusut penyebar isu rush money karena mengancam stabilitas perekonomian negara. Selain itu, kabar tersebut juga bisa menimbulkan rasa cemas di tengah masyarakat.
"Ini isu yang akan mengganggu perekonomian negara, dengan sengaja menimbulkan kepanikan, dengan sengaja menimbulkan rasa kecemasan dalam masyarakat yang memiliki tabungan untuk mengambil tabungan. Jangan diikuti," tuturnya.
Bankir senior Sigit Pramono mengatakan ajakan tersebut muncul bersamaan dengan rencana aksi demonstrasi lanjutan ini dinilai sangat membahayakan.
Meski mantan Direktur Utama BNI yakin masyarakat Indonesia tidak lantas percaya dengan ajakan tersebut. Tapi pihak berwajib juga tidak bisa mengabaikan hasutan ini. Menurutnya, ajakan serupa sejatinya pernah terjadi pada krisis ekonomi 2008 silam. Kala itu, ada oknum tidak bertanggung jawab yang menyebarkan pesan singkat (SMS) agar masyarakat menarik dananya dari bank.
"Saya kira pihak yang berwajib harus cari betul orang itu. Ingat, ketika 2008 hanya membuat SMS yang menimbulkan orang menarik dana itu ditangkap," ujar dia seperti dikutip dari Sindonews.com.
Pada 2008, EJA, seorang broker lembaga sekuritas ditangkap karena menyebarkan kabar tak berdasar lewat surat elektronik tentang keringnya dana di lima bank. Isu ini tersebar di antara pelaku pasar saham. Lalu salah satu penerima kabar ini melaporkannya ke Mabes Polri. Akibatnya, pelaku dijerat dengan pasal 27 ayat 3 dan pasal 28 ayat 1 Undang-Undang ITE.