Rupiah Tembus 13.800 Dolar AS, Sri Mulyani Tenangkan Pasar

Bagikan ke Twitter

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati berupaya menenangkan pasar dalam situasi ketidakpastian ekonomi dunia usai terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS). Pemerintah meminta investor dan pelaku usaha tidak khawatir dengan perkembangan pasar akhir-akhir ini karena fundamental ekonomi Indonesia sangat baik.

Pemerintah terus meyakinkan investor mengenai fondasi ekonomi Indonesia. Itu karena pergerakan rupiah, menurut Sri Mulyani, tergantung pada permintaan dan penawaran. Ada kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan impor dan pembayaran utang.

"Jika melihat seluruh eksposure utang kita, tidak ada alasan untuk khawatir. Maka tidak perlu khawatir karena permintaan bisa dipenuhi dengan supply yang ada sehingga tidak ada yang disebut overshoot. Jika sifatnya spekulasi, kita akan lihat siapa yang memainkan spekulasi," kata Sri Mulyani di kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (11/11/2016).

Indonesia, ujar Sri Mulyani, mencatatkan pertumbuhan ekonomi paling tinggi di dunia. Kondisi makro dan fiskal terjaga dengan baik, termasuk rasio utang pemerintah dan swasta lebih kecil dibanding negara lain. Serta pasokan devisa sangat aman untuk kebutuhan impor, pembayaran utang, dan lainnya.

"Kita bisa mendukung pemenuhan kebutuhan masyarakat dari utang, impor, non-utang, non-impor, seperti pembayaran anak sekolah, pembayaran dividen sehingga secara rasional fondasi ekonominya masih bisa dijelaskan dengan angka-angka kredibel. Jadi faktor spekulasi harusnya bisa diredam," tutur Sri Mulyani.

Sri Mulyani menyatakan, pemilik obligasi tengah melakukan repositioning antisipasi perubahan kebijakan di Negeri Paman Sam. Oleh karena itu, dia membantah bahwa investor obligasi kabur dari pasar Surat Utang Negara (SUN). 

Ia meminta kepada investor asing maupun domestik tak perlu khawatir dengan fundamental ekonomi maupun pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia.

"Dengan rasio utang kita lebih rendah dari negara lain, profil maturity (tenor surat utang) relatif panjang, defisit APBN kecil daripada negara lain, langkah fiskal untuk mengendalikan defisit dan belanja, penerimaan pajak, risiko surat utang kita sebenarnya sangat kecil. Jadi tidak ada alasan buat mereka khawatir terhadap pondasi pengelolaan APBN sehingga mereka harus lepas Surat Berharga Negara (SBN)," jelas Sri Mulyani. 

Mengutip Bloomberg, Jumat (11/11/2016), rupiah dibuka di angka 13.394 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 13.138 per dolar AS.

Rupiah anjlok dan menyentuh level 13.873 per dolar AS pada perdagangan pukul 09.15 WIB. Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah berada di kisaran 13.273-13.873 per dolar AS. Level tersebut terendah sejak 2011. Jika dihitung sejak awal tahun, rupiah masih tetap menguat 1,06 persen. (Fik/Gdn)





Subscribe to receive free email updates: